Blended Learning

Metode ceramah dalah salah satu metode pembelajaran konvensional yang sejak dulu telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara pembimbing belajar dengan pembelajar dalam proses pembelajaran. Dalam model konvensional maka pembelajaran yang besifat tatap muka menjadi sesuatu yang lazim. Metode pembelajaran dengan tatap muka mensyaratkan guru dan siswa berada dalam satu tempat dan dapat langsung beriteraksi berhadap-hadapan (Graham, 2004: 4).

Metode tatap muka dalam pembelajaran bisa diaplikasikan dalam bentuk ceramah, demonstrasi, praktik, bermain peran, simulasi dan sebagainya yang penting guru dapat secara langsung mengobservasi proses pembelajaran yang tengah berlangsung. Selain itu model pembelajaran tatap muka juga ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan. Implementasi pembelajaran tatap muka diantaranya Apersepsi, Penjelasan konsep dengan metode ceramah atau demonstrasi, latihan terbimbing dan memberikan balikan (feed back). Seiring kemajuan zaman maka teknologi juga berkembang dengan pesat tidak terkecuali media pembelajaran. Penggunaan apalikasi teknologi informasi (e-learning) sebagai media pembelajaran sudah semakin sering ditemui dalam pendidikan. Konsep e-learning tentunya memberi nuansa baru bagi proses pendidikan yang selama ini hanya bertumpu pada eksistensi guru. Menurut Castle and McGuire (2010: 36), e-learning mampu meningkatkan pengalaman belajar sebab siswa dapat belajar dimanapun dan dalam kondisi apapun selama dirinya terhubung dengan internet tanpa harus mengikuti pembelajaran tatap muka (face to face learning). Menurut Clark & Mayer (2008: 10) bahwa e-learning adalah pembelajaran yang disajikan dengan bantuan komputer. Huruf “e” dalam e-learning bermakna bahwa materi yang diberikan berbentuk digital sehingga dapat disimpan dalam perangkat elektonik. Sementara “learning” dalam e-leaning bermakna bahwa pembelajaran berisi materi dan cara untuk mengkondisikan peserta didik untuk belajar dan mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. e-learning memberi ilustrasi bahwa dengan adanya teknologi informasi dan komunikasi, khususnya internet, pembelajaran menjadi lebih terbuka (open) dan fleksibel (flexible), terjadi kapan saja, dimana saja dan dengan dan kepada siapa saja di lokasi mana saja (distributed), berbasis komunitas.

Secara prinsip tugas seorang guru bukan mengajar namun juga mendidik. Dalam konteks mengajar maka transfer of knowledge akan dapat dilakukan lewat media seperti internet, namun muatan nilai dan etika dan karakter sulit untuk diukur dan dididikkan pada siswa lewat internet, sebab mendidik sesungguhnya tugas utama seorang guru. Interaksi yang disyaratkan dalam pembelajaran tidak dapat sepenuhnya digantikan oleh teknologi, sebab eksistensi seorang guru sebagai motivator dan fasilitator menjadi penting bagi siswa. Senada dengan pemahaman itu Walker dalam Dzakiria dkk. (2006: 17) menyatakan bahwa siswa hampir selalu belajar dari seseorang. Hal ini membawa implikasi pada eksistensi guru yang memungkinkan mereka menjadi tempat siswa untuk belajar. Oleh karena itu konsep blended learning hadir sebagai solusi akan kondisi tersebut, dimana instruksional bukan hanya didesain dalam bentuk tatap muka namun juga mengkombinasikan model e-learning atau online model dalam pembelajaran. Dalam konsep blended learning diakui bahwa sumber belajar sebagai informasi yang disajikan dan disimpan dalam berbagai bentuk media, yang dapat membantu siswa dalam belajar sebagai perwujudan dari kurikulum. Bentuknya tidak terbatas apakah dalam bentuk cetakan, video, format perangkat lunak atau kombinasi dari berbagai format yang dapat digunakan oleh siswa dan guru. Blended learning adalah suatu pendekatan yang fleksibel untuk merancang program yang mendukung campuran dari berbagai waktu dan tempat untuk belajar.

Menurut Rovai and Jordan (2004: 3) model blended learning pada dasarnya merupakan gabungan keunggulan pembelajaran yang dilakukan secara tatap muka (face to face learning) dan secara virtual (e-learning). Pembelajaran online atau e-learning dalam blended learning menjadi perpanjangan alami dari pembelajaran ruang kelas tradisional yang menggunakan model tatap muka (face to face learning). Menurut Nagel (2009: 2), kombinasi keunggulan kedua model yang dipadu dalam blended learning memberi keuntungan yang besar bagi siswa dalam pembelajaran. Oleh karena itu blended learning menggabungkan berbagai sumber belajar khususnya model face to face learning dan e-learning dalam satu kurikulum. Dengan metoda ini, proses pembelajaran akan lebih efektip karena proses belajar mengajar yang biasa dilakukan (conventional) akan dibantu dengan pembelajaran secara e-learning yang dalam hal ini berdiri di atas infrastruktur teknologi informasi dan bisa dilakukan kapanpun dan dimanapun. Selain itu menurut Jusoff and Khodabandelou (2009: 82), blended learning bukan hanya mengurangi jarak yang selama ini ada diantara siswa dan guru namun juga meningkatkan interaksi diantara kedua belah pihak. Menurut Jared A. Carman (2005: 2), ada lima kunci untuk melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan blended learning :
a. Live Event Pembelajaran langsung atau tatap muka (instructor-led instruction) secara sinkronous dalam waktu dan tempat yang sama (classroom) ataupun waktu sama tapi tempat berbeda (seperti virtual classroom). Bagi beberapa orang tertentu, pola pembelajaran langsung seperti ini masih menjadi pola utama. Namun demikian, pola pembelajaran langsung inipun perlu didesain sedemikian rupa untuk mencapai tujuan sesuai kebutuhan. Pola ini, juga bisa saja mengkombinasikan teori behaviorism, kognitivism dan konstructivism sehingga terjadi pembelajaran yang bermakna.

b. Self-Paced Learning. Yaitu mengkombinasikan dengan pembelajaran mandiri (self-paced learning) yang memungkinkan peserta belajar belajar kapan saja, dimana saja dengan menggunakan berbagai konten (bahan belajar) yang dirancang khusus untuk belajar mandiri baik yang bersifat text-based maupun multimedia-based (video, animasi, simulasi, gambar, audio, atau kombinasi dari kesemuanya). Bahan belajar tersebut, dalam konteks saat ini dapat diberikan secara online (via web maupun via mobile device dalam bentuk: streaming audio, streaming video, e-book, dan lain-lain) maupun offline (dalam bentuk CD, cetak, dan lain-lain).
 
c. Collaboration Mengkombinasikan kolaborasi, baik kolaborasi pengajar, maupun kolaborasi antar peserta belajar yang kedua-duanya bisa lintas sekolah/kampus. Dengan demikian, perancang blended learning harus meramu bentuk-bentuk kolaborasi, baik kolaborasi antar teman sejawat atau kolaborasi antar peserta belajar dan pengajar melalui tool komunikasi yang memungkinkan seperti chatroom, forum diskusi, email, website/webblog, mobile phone. Tentu saja kolaborasi diarahkan untuk terjadinya konstruksi pengetahuan dan keterampilan melalui proses sosial atau interaksi sosial dengan orang lain, bisa untuk pendalaman materi, problem solving, project-based learning, dan lain-lain.

d. Assessment Dalam blended learning, perancang harus mampu meramu kombinasi jenis assessmen baik yang bersifat tes maupun non-tes, atau tes yang lebih bersifat otentik (authentic assessment/portfolio) dalam bentuk proyek, produk dan sebagainya. Disamping itu, juga perlu mempertimbangkan ramuan antara bentuk-bentuk assessmen online dan assessmen offline. Sehingga memberikan kemudahan dan fleksibilitas peserta belajar mengikuti atau melakukan assessmen tersebut.

e. Performance Support Materials Jika kita ingin mengkombinasikan antara pembelajaran tatap muka dalam kelas dan tatap muka virtual, patikan sumber daya untuk mendukung hal tersebut siap atau tidak, ada atau tidak. Bahan belajar disiapkan dalam bentuk digital, apakah bahan belajar tersebut dapat diakses oleh peserta belajar baik secara offline (dalam bentuk CD, MP3, DVD, dan lain-lain) maupun secara online. Jika pembelajaran online dibantu dengan suatu Learning/Content Management System (LCMS), maka perlu dipastikan bahwa aplikasi sistem ini telah terinstal dengan baik, mudah diakses, dan lain sebagainya. Moodle merupakan salah satu Learning Management System (LMS) yang menggunakan internet sebagai media pembelajaran (Gadsdon, 2010: 12)

Berdasarkan proportion of content delivered online, Allen dkk (2007: 5) memberikan kategorisasi yang jelas terhadap blended learning, traditional learning, web facilitated dan online learning. Berikut ini tabel yang dimaksud : Tabel 1. Proportion of Content Delivered Online
Source: Allen, E, Seaman, J & Garrett, R. (2007). Blending in: The extent and promise of blended education in United States,Annual Report, Sloan Consortium Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebuah pembelajaran dikatakan berbentuk blended atau hybrid ketika porsi e-learning berada pada kisaran 30-79% digabungkan dengan tatap muka (face to face learning). Di sisi lain, dengan adanya model blended learning maka mendorong pendidik untuk merubah paradigma pendidikan dari techer-centered learning menuju student-centered learning. Strategi pembelajaran tidak lagi hanya menerapkan pendekatan pembelajaran behavioristik, dan kognitifistik menuju pembelajaran konstruktifistik.

Comments

Popular posts from this blog

Jobsheet Teknik Instalasi Tenaga Listrik

Analisis Soal Pilihan Ganda Menggunakan Anates V4

Keliru atau Tidak Tahu