Pendidikan Karakter (2)

Konsep Afektif dan Karakter
Oleh IZUDDIN SYARIF

Kadangkala kita cenderung bingung apa perbedaan antara karakter dan afektif. Dalam konteks penilaian hasil belajar menurut Bloom (1976) terdapat 3 orientasi penilaian yaitu prestasi belajar, kecepatan belajar dan hasil afektif.

Afektif adalah rangkaian kemampuan siswa yang mengarah pada jiwa dan biasanya dapat kita lihat lewat cerminan perilaku keseharian. Ranah afektif senantiasa berhubungan dengan minat dan sikap yang bisa berbentuk tanggungjawab, kerjasama, disiplin, percaya diri daan perilaku positif lainnya. Semua bentuk perilaku tersebut merupakan cerminan dari kemampuan siswa untuk menerima rangsangan (simulus) dari luar kepada dirinya berupa masalah, situasi, gejala dan sebagainya.

Menurut Taksonomi Bloom (1976), semua proses dimulai dari tahap :
- Penerimaan (receiving) stimulus oleh dirinya, biasanya dalam tahap awal ini sulit diketahui apakah seseorang menerima stimulus yang diberikan hanya saja kita bisa melihat dari indikator penerimaan stimulus yang dimaksud,
Contohnya dalam aktifitas pembelajaran di kelas, bagaimana koteks 'penerimaan' oleh individu dapat dinilai oleh pengajar, yang paling sederhana adalah stimulus berupa informasi yang diberikan pada saat pembelajaran akan dianggap diterima oleh siswa ketika proses berlangsung siswa memperhatikan/menyimak dengan baik dan konsentrasi mereka tertuju pada materi yang diajarkan. Lewat indikator tersebutlah bisa diketahui tingkat 'penerimaan' yang dimaksud.

- Respon (responding) oleh masing-masing pribadi dimunculkan dalam bentuk tindakan yang nyata dan terobservasi secara fisik. Tiap individu memiliki kekhasan dalam menerima stimulus yang kemudian disampaikan ke otak untuk di olah, barulah lewat perintah otak maka akan muncul respon dari stimulus yang diterima. Respon disini bisa bersifat positif jika sejalan dengan harapan/tujuan dari pemberian stimulus dan bisa juga berbentuk negatif dengan definisi sebaliknya. Oleh karena itu dalam konteks pembelajaran seorang siswa dikatakan memberikan respon positif jika setiap panduan/instruksi/tugas yang diberikan oleh pengajar dilaksanakan dengan baik.

- Tahap berikutnya adalah kemampuan menilai (valuing) stimulus yang diberikan. Pada tahap ini kemampuan siswa lebih tinggi dibandng hanya menerima dan merespon sebab dalam kategori ini siswa akan memiliki kemampuan menilai setiap stimulus yang diberikan sehingga muncul proses internalisasi awal dalam dirinya guna menilai baik buruk stimulus yang diterimanya. Ketika menurut pribadinya, stimulus yang diterima bernilai baik maka cenderung dirinya akan merespon baik pula, dalam konteks ini siswa telah melepaskan dirinya dari rutinitas respon sebagai bagian dari 'kewajiban' dan telah menjadikan respon sebagai sesuatu yang memang 'layak'.
Contohnya tugas belajar yang diberikan pada siswa bukan lagi diartikan sebagai kewajiban namun lebih pada manfaat, hal ini ditandai dengan keinginan untuk menambah pengetahuan dan tidak hanya sebatas pada tugas yang diberikan

- Selanjutnya stimulus yang diterima dari berbagai sumber akan di organisir (organization) dan disusun, menghasilkan pemahaman yang lebih kompleks tentang nilai, norma dan pranata yang ada dilingkungan sekitar. Dalam tahap ini siswa akan cenderung dihadapkan pada pelbagai nilai mulai dari yang sederhana sampai kompleks. Kemampuan dirinya menyusun stimulus yang diterima membuat dirinya lebih bijaksana dalam menilai sebab telah memiliki banyak acuan. Kompleksitas dan banyaknya stimulus yang diterima tidak membuat dirinya 'saling menabrakkan' nilai atau bahkan 'lari' dari nilai, malahan membuat perspektif nilai tersebut menjadi jauh lebih kaya.
Contohnya dalam menerima banyak tugas siswa telah mampu mengatur dalam susunan yang mampu dikerjakan oleh dirinya dengan tetap mengacu pada hakikat penugasan yang dimaksud. Hal ini ditandai dengan siswa tidak merasakan banyak tugas sebagai beban, mudah dalam memenuhi penugasan dari pengajar dan memiliki pengaturan tugas yang baik.

- Tahap akhir adalah karakterisasi (characterization) seluruh stimulus yang diterima, respon yang diberikan secara berulang-ulang disertai dengan kesadaran menilai baik buruk suatu nilai dan kemampuan manajemen/organisir yang baik terhadap stimulus/nilai akan membentuk pribadi yang kuat, berkarakter dan mampu menempatkan emosi dan perasaannya secara proporsional. Seluruh nilai dan norma yang diterimanya mampu dipadukan dan dilahirkan dalam bentuk perilaku, dalam tahap ini proses internalisasi telah matang dan melahirkan karakter yang kuat dalam individu siswa.

Dari uraian singkat di atas dapat kita pahami bahwa karakter adalah bagian akhir sebuah proses internalisasi nilai (kemampuan afektif) dalam diri siswa dan dicerminkan dalam bentuk perilaku. Dengan kata lain bahwa perilkau seseorang mencerminkan pribadi/karakternya, penanaman nilai-nilai positif dalam diri siswa lewat pendidikan adalah tahap yang krusial agar individu tidak salah meng-internalisasi sebuah nilai yang dampaknya akan mengarah pada perilaku menyimpang. Stimulus yang dipersiapan dengan matang akan mendapat penerimaan yang baik, penerimaan yang baik disertai pemahaman dan kemampuan mengorganisasi akan menghasilkan respon dalam bentuk perilaku yang positif pula.(r!f)

Comments

Popular posts from this blog

Jobsheet Teknik Instalasi Tenaga Listrik

Keliru atau Tidak Tahu

Analisis Soal Pilihan Ganda Menggunakan Anates V4