Ceramah....? Cius...?

-->
Menjadi guru memang tidak mudah, sebab seringkali dihadapkan pada karakter peserta didik yang beraneka ragam. Beban itu tambah besar, sebab typical masyarakat modern cenderung menyerahkan pendidikan anak pada guru dan mulai mengabaikan pendidikan dasar yang ada di rumah. Namun besarnya tanggungjawab tersebut tidak harus dijawab dengan sikap yang pesimis.
Berbagai terobosan metode pembelajaran terus dirintis dan diujicoba mulai model konvensional sampai modern dengan melibatkan kemajuan teknologi. Seorang guru besar bidang teknologi pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta pernah berkata bahwa “semakin guru ingin mengajar dengan baik maka sesungguhnya dia telah memiliki keyakinan akan keberhasilan siswanya. Namun seringkali melupakan hal yang paling dasar yaitu komunikasi dengan siswa. Metode ceramah tidaklah buruk namun seiring kemajuan zaman maka metode itu perlu dimodifikasi dengan berbagai media yang menggugah dan memotivasi siswa untuk belajar.”
Menurut Ahmad Sudrajat, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Ceramah sebagai salah satu metode pembelajaran berpusat pada kemampuan guru berkomunikasi dengan siswa. Namun sangat keliru jika ceramah mendominasi seluruh proses pembelajaran sebab ceramah hanya bisa menyampaikan materi secara abstrak pada siswa. Disisi lainnya seringkali ceramah dianggap ‘jadul’ sehingga ditinggalkan bahkan ‘diharamkan’ padahal sejatinya ceramah menjiwai seluruh metode pembelajaran. Oleh karena itu kombinasi ceramah dengan metode lainnya sangat dianjurkan agar tercipta pembelajaran yang efektif dan efisien.

Jika ceramah sangat dominan....?
Ø Siswa mencari cara untuk melepaskan diri seperti ke kamar kecil sembari mampir ke warung untuk “menyegarkan otak”
Ø Siswa dianggap tidak perhatian sebab tertidur dipojok kelas akibat ceramah guru seperti “nyanyian ditelinga siswa”
Ø Siswa bolos pada jam terakhir akibat dirinya hapal bahwa yang mengajar akan “bercuap ria” di depan kelas
Ø Siswa memilih bungkam seribu basa meskipun sang guru coba demokratis bertanya ke siswa apakah mereka paham dengan apa yang telah dijelaskan. Sebab tidak jarang sang guru malah marah saat ditanya dan meminta siswa membaca lagi pada “buku sakti”
Ø Seringkali guru telah kehabisan akal sehingga “bersikap cuek dan tetap melanjutkan konsernya” di depan kelas dengan mengabaikan kegaduhan yang dibuat siswa
Ø Siswa “pasrah” sebab biasanya diujung ceramah akan diakhiri dengan mencatat atau mengerjakan tugas yang diberikan sang guru lewat “buku sakti” dan meninggalkan mereka dalam kebingungan di kelas sementara sang guru asik mengistirahatkan dirinya di kantor.
Ø Dan masih banyak lagi J

Solusinya...?
Cobalah memodifikasi ceramah dengan berbagai metode lainnya seperti:
Ø Dekatkan siswa pada kondisi yang senyaman mungkin dengan pola belajarnya lewat memindahkan belajar siswa di ruang terbuka (out door) seperti di bawah pohon atau lingkungan lain yang kondusif sekitar sekolah sesuai materi yang disampaikan.
Ø Mengkombinasi ceramah dengan model observasi atau peliputan seperti mengajak siswa melakukan kunjungan di luar sekolah. Lokasi observasi tentu saja harus relevan dengan materi yang disampaikan dan hasil observasi atau peliputan tersebut akan dipresentasikan siswa di depan kelas.
Ø Menyisipkan game atau cerita humor yang materinya sangat mudah untuk diunduh lewat ‘mbah google’ sehingga saat jeda (interlude) siswa disegarkan dengan materi diluar pelajaran.
Ø Membawa alat peraga seperti gambar, flowchart, atau menyajikan materi lewat bantuan LCD proyektor
Ø Jika memungkinkan maka mata pelajaran yang memiliki jam pelajaran cukup panjang bisa ‘lebih longgar’ dengan memberikan siswa jam ekstra istirahat demi ‘penyegaran’
Semua orang memang tidak sempurna namun kembalikan pada sejarah bahwa seorang guru dulunya adalah siswa dan lewat empati tersebut maka dirinya akan turut merasakan ‘ketidaknyamanan’ yang terjadi. Selain itu kita mesti ingat bahwa tidak semua siswa berani menyuarakan ‘ketidaknyamanan’ yang mereka rasakan. Sejatinya mendidik adalah seperti bercocok tanam yang akan kita panen hasilnya kelak di akherat nanti.
so its on your hands now..... J (by sya)

Comments

Popular posts from this blog

Jobsheet Teknik Instalasi Tenaga Listrik

Keliru atau Tidak Tahu

Analisis Soal Pilihan Ganda Menggunakan Anates V4